Bila Koas dan Dokter bertukar cerita tentang
keseharian hidup dan permasalahan yang digeluti, akan sangat menarik mendapati
bahwa disana juga terdapat beraneka ragam narasi, ironi, kelucuan, kegembiraan,
kesedihan dan tentu saja hikmah kehidupan.


Para dokter dari yang masih pendidikan di rumah sakit hingga yang terdampar di pelosok
kepulauan Indonesia, adalah terdiri dari beraneka ragam kepribadian dan kelemahan-kelemahan manusiawi. Meski begitu, karya mereka dituntut berkualitas sesempurna buatan dewata, berpolah sehalus bidadari dan beretika nabi-nabi.


Nun dekat maupun jauh di pelosok sana, di hamparan puak-puak, suku-suku dan manusia modern kota besar, berjejal insan-insan yang menanti bakti mereka.
Seperti petikan sebuah lagu banyolan dari masa plonco : di kota dan di desa, mengabdi bagiku sama saja

Maka kami dedikasikan blog ini sebagai tempat singgah maya bagi rekan sejawat untuk saling bertukar kisah dan pengalaman, bertukar informasi mengenai kondisi kesehatan anak bangsa di berbagai penjuru negeri, berbagi ilmu dan kebijaksanaan sekaligus tentu saja sebagai sarana silaturrahmi.

Hingga boleh suatu saat kita berkata, di dunia mayapun kami mengabdi.



Senin, 10 Mei 2010

Catatan Anak Asrama; Selamat Datang Bang...


Ini hanyalah catatan lepas tentang seorang laki-laki yang telah bersahabat dengan kerasnya tempaan kehidupan, yang masa kecilnya dihabiskan bermain diantara padang dan ilalang tanah Bima, beranjak besar diantara sawah dan ladang bawang yang menghijau. Berteman dan berlarian bersama kuda-kuda liar Sumbawa. Kisah hidupnya adalah perjalanan yang mengharukan, narasi tentang perjuangan dan semangat hidup yang sangat mengagumkan, tak mudah patah dan tak mengenal kata mengeluh. Hingga saya berpikir sungguh layak suatu waktu kelak memuat perjalanan hidupnya dalam sebuah buku.
Saya mulai mengenalnya dengan dekat ketika bergabung menjadi warga Asrama Medica, seorang laki-laki berperawakan kecil dengan warna kulit coklat menjelang gelap, di awal masuk asrama hampir tak pernah lepas memakai sarung merah jambu motif kotak-kotak khas Bima, bertelanjang dada dan sangat gemar berteriak dengan suara khas yang sangat terkenal di asrama. Yang entah berapa lama kemudian berubah penampilan menjadi laki-laki yang sangat santun dalam berpakaian, berkemeja rapi yang ujung dimasukkan ke dalam celana, digenapkan dengan kacamata minus dan sepatu kulit di semir halus, mungkin ingin menjiwai penampilan layaknya anak kedokteran sejati.
Laki-laki yang kemudian bagi saya tak hanya menjadi seorang teman asrama, tapi sekaligus menjadi sahabat, saudara bahkan tempat berguru tentang banyak hal. Walau tak pernah menjadi teman satu kamar namun sangat sering tidur berbagi bantal dan kasur dengannya. Sekian tahun bersamanya, suka duka, canda tawa dan teriakan khasnya, dan juga petuah-petuahnya saat berdiskusi dan juga bersenda gurau adalah kenangan indah yang selalu lekat dan tak terlupakan. Sedih adalah perasaan waktu itu, ketika ia harus pulang ke kotanya, di sebuah pulau yang jauh di bagian timur tenggara nusantara. Menyempurnakan pengabdian di sana, di tanah lahirnya.
Lama tak terdengar berita, ketika tugas memintanya mengabdi di pelosok yang jauh, di bawah bayang-bayang gunung Tambora yang legendaris itu. Seperti tertelan kesunyian di sana, tempat yang tak terjangkau signal-signal telekomunkasi mutakhir. Walau sempat kemudian terdengar kabar bahwa tempat tugasnya di amuk gempa dan rumah dinasnya ikut rubuh, tapi ia tak ingin berajak dari tempat itu meski tim evakuasi telah tiba, ia memilih untuk bertahan membantu sebisanya para korban yang tersisa.Ternyata Ia masih keras kepala seperti yang dulu, lelaki berperawakan kecil dengan semangat menolong sebesar gunung.
Ini mengingatkan pada sebuah ekspedisi pada bencana longsor dan banjir di Sinjai Sulawesi selatan tahun 2006 yang silam dibawah bendera PKPU. Menyusuri pegunungan Sinjai barat mendekati perbatasan Gowa berjalan kaki melewati reruntuhan longsor sekian hari tanpa perlengkapan memadai dan makanan yang cukup, perjalanan yang berat dan berisiko dipandu tim SAR Sinjai, menolong dan mengevakuasi korban yang paling jauh dan belum tersentuh pertolongan medis sama sekali, Ia lah salah satu anggota tim yang paling tangguh, dengan semangat yang meluap-luap. Semakin berat medannya semakin tertantang ia untuk mengalahkannya. Ia memang laki-laki bersahaja yang tak kenal kata menyerah.
Dalam banyak hal, saya masih saja mengaguminya, meski kini ia jauh dan dan tak pernah bersua lagi. Sampai tiba-tiba namanya muncul di facebook, seperti salah satu kegilaannya di asrama yakni sering diam-diam muncul dari jendela pada tengah malam lalu tiba-tiba berteriak atau tertawa-tawa. Ia memang lelaki langka dan unik. Saya buatkan saja tulisan ini sebagai ucapan selamat datang kepada salah satu sahabat terbaik. “Selamat datang bang Gani…akhirnya turun gunung juga…he..he..” -n

*Untuk abang kami dr.Gani; Salam hormat dan rindu

Bunta Banggai, Ahad 25 April 2010